Media resmi DPC GMNI MAMUJU sebagai penyaluran gagasan, kritik, dan propaganda. Juga sebagai wadah konsolidasi Ideologi Marhaenisme untuk membangun kesadaran ideologis dan kesadaran historis massa aksi agar yang tidak murni terbakar mati.
Thursday, August 17, 2017
Kemerdekaan Yang Sepenuhnya
Oleh : Esa Hermansyah
Pada tanggal 17 agustus 1945, 72 tahun yang lalu tepatnya dihalaman rumah soekarno, telah terjadi sebuah peristiwa amat bersejarah. Sebuah catatan penting dalam perjalanan bangsa Indonesia yang setelah berabad-abad lamanya dijajah oleh kolonialisme, akhirnya memproklamasikan kemerdekaannya. Membuktikan bahwa bangsa kita dengan berani dan lantangnya menyuarakan pada dunia, bahwa kita pun bisa berdiri menjadi sebuah negara yang memerdekakan bangsanya sendiri, tanpa intervensi maupun pemberian atau hadiah dari negara lain. Ini adalah bukti bahwa kemerdekaan kita bukanlah pemberian dari jepang. Karena jepang setelah dijatuhkannya bom atom di kota mereka Heroshima dan Nagasaki, yang menelan banyak korban jiwa dan menyebabkan kerugian ekonomi, telah menyerahkan kekuasaannya secara penuh pada sekutu. Termasuk daerah-daerah jajahannya. Indonesia yang pada saat itu berada dibawah penjajahan jepang, diklaim sebagai daerah teritorial dari otoritas kekaisaran Hirohito, sehingga Indonesia pun harus jatuh kedalam kekuasaan sekutu seiring dengan menyerahnya jepang kepada sekutu. Hal ini ditandai dengan mendaratnya pasukan NICA di Indonesia pada 23 agustus 1945, yang bahkan beraliansi dengan Belanda yang ingin kembali menancapkan kuku-kukunya dibumi pertiwi yang telah merdeka. Namun semua itu dihadapi dengan semangat perlawanan yang berkoba-kobar oleh seluruh rakyat Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan yang telah diproklamasikan. Sehingga kini, kita bisa merasakan kemerdekaan sebagai sebuah negara sendiri berkat perjuangan dan pengorbanan para pahlawan kita.
Namun disaat sekarangi ini, masihkahh kita memaknai kemerdekaan itu hanya sebatas kemerdekaan dari sistem kolonialisme belanda dan jepang, sehingga kita enggan lagi untuk belajar, bekerja, berkarya, bahkan berjuang untuk kemajuan bangsa dan negara kita. Karena kita menganggap sudah tidak lagi dijajah, tidak lagi ditindas oleh bangsa asing. Namun perlu kita berpikir lebih jauh bahwa sebenarnya penjajahan bangsa atas bangsa, ataupun penjajahan negara atas negara, belumlah sepenuhnya terhapuskan sampai saat ini. Ia masih ada dan nyata, namun dengan bentuk dan rupa yang telah berbeda. Sehingga penting untuk memaknai sejauh mana makna kata Merdeka dan arti dari Penjajahan yang sesungguhnya.
Kemerdekaan Adalah Sebuah Jembatan
Seperti kata Soekarno, kemerdekaan itu kalau diibaratkan dia adalah sebuah jembatan. Sebuah jembatan yang akan mengantarkan kita bangsa Indonesia ke sebuah Dunia yang sama rasa sama rata. Indonesia yang telah dijajah berabad-abad oleh kolonialisme belanda, telah mencapai batas akhir kesabarannya setelah tumbuhnya Nasionalisme (Kesadaran untuk bersatu dan merdeka dari penjajah) dalam diri bangsa Indonesia semenjak 1908. Seiring berjalannya waktu, perlawanan-perlawanan ini semakin massif dan intensive dilakukan oleh para pejuang kita terhadap kolonialisme. Hingga puncaknya adalah ketika Seokarno, Hatta, dan kawan-kawan, memproklamasikan kemerdekaan Indonesia 17 agustus 1945 menjelang berakhirnya perang dunia ke II. Perayaan kemerdekaan yang selalu kita rayakan di tiap tahunnya, ialah sebuah ucapan syukur terbebasnya bangsa kita dari belenggu penjajah. Untuk mengenang perjuangan para pahlawan yang telah berjuang untuk kemerdekaan, dan untuk merayakan hari lahirnya sebuah negara kita bernama Indonesia.
Didalam Cengkraman Imperialisme Modern
Ketika presiden Soekarno digulingkan ditahun 1965, dan naiknya Soeharto sebagai pemimpin negara, adalah sebuah lonceng tanda kematian bagi Indonesia. Negara dengan kekayaan alamnya yang berlimpah ruah ini, harus jatuh dalam cengkraman imperialisme modern dengan diberlakukannya Undang-undang Penanaman Modal Asing Tahun 1967. Sebuah peraturan yang telah memberikan keleluasaan bagi kapitalisme untuk mengeruk kekayaan Indonesia. Tidak tanggung-tanggung bahkan Soeharto meminta bantuan pada IMF dan World Bank untuk mendanai pembangunan Indonesia jangka panjang, yang justru meninggalkan hutang bagi Indonesia, yang bahkan tidak sanggup untuk dilunasi oleh Presiden Indonesia berikutnya. Pembangunan yang dilaksanakan dengan hanya mengharapkan bantuan dana asing ini, membuat Indonesia terpuruk ketika badai krisis moneter menerpa di tahun 1998. Krisis inilah yang kemudian membuat Soeharto digulingkan dalam sebuah gerakan Reformasi. Namun Reformasi hari ini pun juga tidak membawa dampak yang signifikan untuk kesejahteraan rakyat. Justru Reformasi melegalkan sistem Liberalisme untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat ladang profit lewat serentetan peraturan perundang-undangan. Sehingga kebijakan ekonomi kita sampai hari ini harus didikte oleh kepentingan pasar. Sebuah bentuk Imperialisme Modern yang mencengkram kita, sehingga konsekuensinya, kita semakin jauh dari cita-cita pendiri bangsa kita Soekarno, yang justru menginginkan Ekonomi Berdikari untuk Indonesia.
Revolusi Belum Selesai
Soekarno selalu mengataka ada dua tahap Revolusi Indonesia untuk menuju masyarakat yang adil dan makmur yang sama rasa sama rata. Revolusi tahap pertama adalah Revolusi Nasional dan Demokrasi. Dengan memenangkan Indonesia dari penindasan Kolonialisme, Imperialisme, dan Kapitalisme, serta mewujudkan Demokrasi Kerakyatan. Sebuah demokrasi yang segalah halnya berpihak untuk rakyat, baik dalam hal demokrasi dilapangan politik, maupun demokrasi dilapangan ekonomi. Setelah semua revolusi ditahap pertama tuntas, maka Indonesia pun akan kita giring dalam Revolusi tahap kedua yakni Sosialisme Indonesia. Sebuah tatanan dunia baru untuk rakyat Indonesia yang tidak ada lagi penindasan manusia atas manusia, maupun bangsa atas bangsa, sebuah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Mewujudkan Kemerdekaan yang Sepenuhnya
Tentunya ada banyak tantangan untuk mewujudkan kemerdekaan yang sepenuhnya. Seperti yang kita lihat saat sekarang ini, kita ditindas oligarki kekuasaan yang berselingkuh dengan para pemilik modal yang dengan curangnya menggadaikan kekayaan alam Indonesia untuk kepentingan golongan mereka sendiri,mengabaikan dan mencurangi rakyat yang merupakan pemilik sah seperti yang telah termaktub dalam undang-undang. Parlemen kita kerjanya cuma berisik dan korupsi, pembahasan mereka bukan lagi fokus pada aspek kesenjangan sosial yang substansial dan krusial hari ini, melainkan persoalan kongsi dan bagi-bagi. Aparat kemanan kita tugasnya bukan lagi untuk melindungi rakyat tapi menindas rakyat, dan ini ditandai dengan maraknya kasus penembakan warga sipil di Papua akhir-akhir ini, yag merupakan suatu pelanggaran HAM. Serta dengan kejamnya para aparat satuan kepolisian yang sering melakukan penggusuran paksa terhadap pedagang kaki lima dikota-kota, yang merupakan segelintir orang kecil yang menggantungkan nasib mereka dengan berjualan di pinggir-pinggir jalan. Belum lagi televisi swasta milik para borjuis hanya menyuguhkan kepada kita tayangan-tayangan yang sama sekali tidak mendidik, serta sistem pendidikan kita seolah tidak punya prinsip dan pendirian sehingga tiap ganti menteri harus ganti kurikulum dan ganti program. Selain itu konflik horizontal antara suku dan sentimentil antara sesama umat beragama mengancam keutuhan negara. Kalau keadaannya dibiarkan terus begini, bagaimana mau mewujudkan Kemerdekaan yang sepenuhnya, karena tidak adanya gotong royong dalam sebuah Nation untuk mewujudkan cita-cita karena belenggu populisme (Politik Identitas) yang justru membuktikan ada kemunduran dalam hal perpolitikan kita.
Sepertinya kita semua harus bersatu padu. Seluruh bangsa Indonesia jika masih ingin masa depan Indonesia yang bersinar terang, haruslah berani menyatakan sikap untuk melawan sistem yang menindas dan menuntut apa yang memang sudah menjadi haknya.
1. Menolak sistem Kapitalisme, dan Feodalisme, sehingga tidak ada lagi yang kaya akan semakin kaya, dan yang miskin akan semakin miskin.
2. Meningkatkan kesejahteraan bagi kaum buruh lewat kenaikan upah yang layak, menghapuskan outsourcing dan sistem magang, serta peningkatan jaminan sosial bagi buruh
3. Distribusi lahan untuk petani seperti yang sudah diatur dalam undang-undang Agraria, dan meningkatan harga beli hasil tani
4. Distribusi perlengkapan alat-alat produksi yang bisa mendukung kerja-kerja kaum nelayan, tani, dll
5. Perbaikan sistem pendidikan dengan menekankan bukan hanya pada aspek pendidikan IPTEK, tapi juga pendidikan Pancasila dan Kebangsaan, serta pendidikan moral kebudayaan
6. Peningkatkan kesejahteraan bagi para guru dan pegawai yang dibarengi pula dengan peningkatan kualitas dan mutu pelayanannya disetiap instansi
7. Membangun saranah perumahan rakyat untuk kaum miskin yang tinggal dikota
Saatnya Rakyat terbangun dari tidur dan mari bersama menggugat pemerintah untuk wujudkan kemerdekaan yang sepenuhnya. Sebab apalah gunanya kemerdekaan tanpa kesejahteraan, dan apalah untungnya kemerdekaan tanpa kesetaraan. Merdeka 100%.
Wednesday, August 9, 2017
MEMBUMIKAN AJARAN BUNG KARNO DI TANAH SULAWESI
Oleh: Bayu alfarizi
(Sekretaris Umum GMNI Cabang Mamuju)
GMNI Merupakan organisasi politik mahasiswa yang berhaluan soekarnoisme yang didirikan pada 23 maret 1954 dan saat ini telah berusi 63 tahun tersebut. Dalam usianya ke 63 tahun tersebut GMNI telah melahirkan banyak kader-kader yang saat ini berkiprah di berbagai medan pengabdian masyarakat. Seperti lembaga legislatif baik pusat, maupun kepala daerah, birokrasi, pengusaha, guru, profesional, LSM, bahkan menjadi presiden seperti ibu Megawati soekarno putri.
Dalam perjalan politiknya, sebagai organisasi candradimuka kaumi ntelektual soekarnois GMNI, telah mengalami pasang surut sejarah. Pasca presiden Soekarno di jatuhkan melalui TAP MPRS 33 pada 1967, GMNI pun masuk dalam skema politik pemberangusan eksistensi organisasinya oleh rezim Orde Baru karena dianggap sebagai kaki tangan kekuatan dan penerus ajaran-ajaran Bung Karno.
Pada masa itu, banyak alumnus GMNI yang di tangkap aparat keamanan,diteror,bahkantidak sedikit yang terpaksa lari keluar negeri. Situasi politik yang mencekam pada saat itu mengakibatkan banyak di antara kader-kader GMNI yang harus mengaburkan status politiknya sebagai anggota GMNI. Bahkan mereka terpaksa harus menyembunyikan dan membuang buku-buku yang berbau ajaran Bung Karno. Tidak cukup sampai di situ, Rezim Orde Baru pun mempraktikkan politik devide et impera di kalangan alumni GMNI dan kaum soekarnois lain agar di antara mereka saling curiga dan terpecah belah. Semua itu mereka lakukan agar kaum soekarnois tidak terkonsolidasi sehingga tidak lagi melakukan penggalangan kekuatan, khususnya terhadap ajaran-ajaran Bung Karno. Dalam suasana duka dan mencekam sebagai akibat tekanan politik rezim Orde Baru itulah, beberapa kader GMNI yang masih setia dan militan terhadap ajaran-ajaran Bung Karno terus melakukan berbagai Ikthiar politik. Hal itu bertujuan melakukan konsolidasi kekuatan dengan cara merekrut mahasiswa-mahasiswa baru di berbagai kampus Di indonesia untuk digembleng dengan ajaran-ajaran Bung Karno. Ikthiar politik itu ternyata membawa hasil sehingga akhirnya GMNI mampu bertahan hidup (survival) hingga saat ini.
Dengan menyadari eksistensi dan perjalan politik yang penuh suka duka itulah terutama akibat politik pecah belah yang di lakukan orde Baru, namun dengan jiwa dan semangat yang menggelora di lubuk hati para kader sehinnga masi mampu eksi di dunia gerakan dan akan melakukan kegiatan besar, yaitu Kongres yang ke xx di bumi sulawesi (Minahasa) GMNI menilai dan merasakan bahwa di era Reformasi yang liberalistis ini bangsa Indonesia telah kehilangan peta jalan (road map) dalam rangka mencapai cita-cita dan tujuan bernegara. Hal itu sesuai dengan di amanahkan para pendiri bangsa melalui proklamasi 17 agustus 1945.
Salah satu sebab bangsa Indonesia kehilangan arah perjuangan seperti ini ialah kita telah meninggalkan atau bahkan melupakan pancasila. Sebagai dasar dan ideologi negara,pancasila seharusnya berfungsi sebagai meja statis yang menjadi dasar berpijak sebelum melangkah dan menjadi bintang penuntun dinamis yang menjadi kompas kemana arah yang akan di tuju bangsa Indonesia.
Kongres ke xx GMNI yang akan di ikuti 10.000 orang peserta dan peninjau yang berasal dari utusan pengurus pusat, pengurus daerah, dan pengurus cabang GMNI seluruh Indonesia akan mengkaji dan membahas, dan merumuskan kembali peta jalan bangsa Indonesia. Hal ini bertujuan agar cita-cita pancasila sebagai dasar filosofisnya yang akan dipidatokan Bung Karno pada 1 juni 1945 didepan sidang BPUPK dapat terwujud.
Dengan di adakanya kegiatan di bumi sulawesi dapat mengantarkan bangsa Indonesia sampai kepada cita-cita perjuangan ialah melalui haluan politik tri sakti, yakni berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, berkepribadian di kebudayaan Indonsia. Kongres juga diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi pemikiran yang dapat dijadikan salah satu referensi bagi bangsa Indonesia,khususnya pihak penyelenggara kekuasaan Negara. Terutama kepada pemerintahan Joko Widodo yang pada saat kampanye politiknya di pilpres 2014 lalu telah berjanji akan menerapkan ajaran Trisakti Bung Karno sebagai haluan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya.
Lebih jauh, kongres juga akan meneruskan strategi perjuangan kaum soekarnois agar dapat merevitalisasi dan membumikan ajaran-ajaran Bung Karno di Indonesia Timur khususnya di bumi sulawesi dan api perjuangannya dalam praksis kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan. Semoga buah pikir kaum intelektual soekarnois melalui kongres ke xx tersebut akan memberi sumbangsi berharga bagi bangsa Indonesia untuk kembali menemukan jati dirinya di tengah arus deras gempuran ideologi liberalisme dan radikalisme agama.selamat datang Kongres ke xx dan selamat berjumpa kaum soekarnois kaum pejuang pemikir-pemikir pejuang di Tanah sulawesi.
MERDEKA.
GMNI JAYA
MARHAEN MENANG.!!!!!!!!
Subscribe to:
Posts (Atom)