Sunday, August 25, 2019

Stereotype Trheat Merusak Kebinekaan



Oleh : Bung Adam Jauri

Perkara yang carut-marut baik dari segi sosial, hukum, ekonomi, politik, pendidikan dan lain sebagainya menjadi PR kompleks bagi sebuah bangsa yang masih berkembang seperti Indonesia. Dari permasalahan kompleks itulah menjadikan negara yang besar seperti Indonesia ini masih dalam proses pembenahan diri. Namun dengan banyaknya problematika yang ada Indonesia tetap berpijak pada permadani persatuan meskipun banyaknya ancaman, serangan, dan goncangan yang hilir mudik silih berganti.

Indonesia-pun tetap berdiri dan Sang Garuda masih hidup walaupun dalam hal terbang masih belum sempurna atau belum dapat terbang tinggi meskipun Sang Garuda sudahlah tua.

Oleh karna itulah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) harus waspada terhadap berbagai macam ancaman yang ada, salah satunya ialah Ancaman Stereotipe (stereotype trheat) yang dimana ancaman ini dapat mengguncang atau membongkar formasi persatuan sehingga tidak ada lagi rasa/semangat kebinekaan yang awalnya terjalin secara harmonis dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara.

(Sumber:Google)

Dalam hal ini mari kita fokuskan pembahasan mengenai Stereotipe yang dimana Stereotipe ibarat sebuah penyakit dalam ilmu biologi yang sangat mematikan (Patalogi Sosial) dalam kehidupan sosial dan dalam pembahasan ini tidak membahas secara satu persatu mengenai macam-macam stereotipe yang ada karna tulisan ini memfokuskan pembahasan mengenai impact yang ditimbulkan dari Stereotip.

Menurut Jeanny M.Fatimah,"Stereotip merupakan gambaran tertentu mengenai sifat-sifat dan watak pribadi individu atau golongan lain yang bercorak negative akibat tidak lengkapnya informasi dan sifatnya subjektif, dimana penilaian-penilainnya mengandung penyederhanaan dan pemukulrataan secara berlebih-lebihan".

Sesungguhnya kita telah membatasi diri kita untuk hal-hal baru karena Stereotipe sudah berakar serta telah menjamur didalam paradigma berfikir.

Banyak contoh kasus yang terjadi akibat kacamata stereotipe di dunia, salah satu contohnya dari segi Stereotipe Rasisme di Afrika Selatan, orang kulit putih (kolonial Inggris) memandang orang kulit hitam memiliki etos kerja yang buruk, intelektualitas yang tumpul dan ketidakmampuan hampir dalam segala bidang. Padahal itu hanyalah anggapan buruk yang berangkat dari penilaian subjektif lalu diberikan label kepada orang kulit hitam dan menggeneralisasikan nya sehingga anggapan tersebut adalah sebuah kebenaran.

Contoh lainnya lagi dalam hal sosial politik dapat kita temukan pada kasus G30S (Gerakan 30 September) tahun 1965 dimana orang-orang pada saat itu memandang bahwa seluruh anggota keluarga maupun simpatisan dari Partai Komunis Indonesia (PKI) harus dibantai.
Meskipun para pembantai tidak tau dengan jelas alasan mengapa mereka harus membantai ratusan ribu bahkan diperkirakan sampai jutaan orang korban dari hasil data The Econimist, Vitachi, dan Pluvier.

Sampai detik ini keluarga korban yang sempat meloloskan diri dari pembunuhan massal tersebut harus menerima pil pahit ketika hampir seluruh orang dilingkungan sekitarnya bahkan sampai kepada aturan yang termaktub didalam undang-undang dengan sangat jelas telah mendiskriminasi padahal mereka samasekali tidak terlibat dan punya andil didalam tragedi berdarah tersebut.

Dari kedua contoh diatas dapat kita tarik kesamaan pemahaman bahwa Stereotipe adalah penyakit dan pembatas diri maupun kelompok. Dan kita harus merdeka dari paradigma berfikir yg sungguh buram-kelam ini.

Saat ini ancaman stereotipe telah menampakkan diri, berangkat dari pernyataan salah satu dai kondang ustadz ternama di Indonesia (sebut saja UAS) yang menjadi perbincangan panas dan buah bibir di televisi, media sosial, surat kabar dan lain-sebagainya. Dimana tokoh agama tersebut dilaporkan oleh organisasi kemasyarakatan yang diduga menistakan agama karena dinilai telah Menghina Kristen/Menghina Salib.

Dari dugaan penistaan agama itu memunculkan tanggapan dan komentar pedas dari satu - dua orang kaum Nasrani, sehingga membuat salah seorang tokoh Agama Muslim lainnya (sebut saja UHH) dan (UYW) angkat bicara dan secara implisit mengancam kaum Nasrani dan orang-orang yang sudah melaporkan UAS ke Kepolisian Daerah (POLDA) NTT. Tanggapan dari beberapa atau yang kita fokuskan kepada kedua tokoh agama tersebut dapat memicu perdebatan dan menarik simpati dari umat muslim lainnya sampai ingin melakukan aksi demonstrasi yang mempunyai pandangan stereotipe sama, bahkan parahnya lagi berpotensi menciptakan peperangan antar umat beragama di Indonesia.

Hal yang juga mengerikannya keluar dari pernyataan UYW dengan secara gamblang dan tegas mendeskriditkan agama tertentu dan menyerukan serta menyuarakan keinginan berdebat secara terbuka dengan Pendeta-Pendeta di Indonesia.

Sebaiknya UYW dan UHH menindak tegas orang-orang yang dinilainya telah menghina UAS melalui proses hukum atau paling tidak UYW tidak ikut campur dalam persoalan tersebut karena permasalahan itu hanyalah antara UAS dan Si Pelapor saja. Bukan melakukan tindakan yang seakan-akan mengancam mengadakan perang fisik kepada umat agama lain yang dimana perang fisik sifatnya sungguh sangat primitif jika disandingkan dengan konteks zaman pada hari ini.

Dan terakhir yang tak kalah hebohnya ialah mengenai pada kasus Rasis yang ditujukan kepada Mahasiswa Papua di Malang sehingga memancing amarah orang Papua lainnya.
Al hasil, kemarahan dari orang-orang Papua tersebut telah melakukan pemberontakan besar-besaran dengan secara fulgar dan memperkuat landasan mereka untuk keluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).


(Konflik antar suku di Papua. Sumber : Google)

Padahal jika kita telisik lebih jauh persoalan ini hanya dilakukan oleh orang- perorang saja dan sesungguhnya jika kita menilai serta melihatnya dengan bijaksana persoalan ini sebenarnya dapat diselesaikan dengan cara hukum dan hanya orang-orang yang terlibat saja dalam perkara tersebut yang menjadi pelaku dan korban. Bukannya harus melibatkan orang-orang lain sehingga lebih memperunyam permasalahan yang ada.

Jadi, dari beberapa contoh kasus diatas dapat kita cerna dengan cermat bahwa dari berbagai macam kejadian/permasalahan tersebut akar permasalahan nya ialah karena adanya pola berfikir Stereotipe dan ketidaktahuan orang-orang terhadap Stereotipe sehingga memunculkan patalogi-patalogi sosial yang ada di masyarakat. Oleh sebab itu pengetahuan terhadap Stereotipe sangat penting agar supaya kita dapat menghindari ancaman yang ditimbulkan dari Stereotipe.

Seperti pembahasan diawal-awal tulisan dapat di lihat bahwa isi dalam pembahasan ini samasekali tidak membahas mengenai konteks Agama ataupun muatan yang mengandung unsur Sekularis/Sekularisme.
Tetapi isi daripada tulisan ini ialah membahas mengenai dampak dari Ancaman Stereotipe bagi kehidupan berbangsa di Negara yang sangat plural dengan adanya berbagai macam Suku, Ras, Agama dan budaya.

Maka dari itu mari kita jaga tali silaturahmi dan tetap waspada terhadap ancaman Stereotipe karena telah banyak menimbulkan permasalahan-permasalahan dalam kerukunan antar umat beragama serta ikatan harmonis antara saudara sebangsa dan setanah air.
Sebab salah satu tujuan dari adanya tulisan ini ialah sebagai stimulasi dan refleksi terhadap keutuhan berbangsa dan bernegara.



Salam santun...
Wassalam.

Thursday, August 22, 2019

KORBAN-KORBAN REVOLUSI YANG SIAP DIKURBANKAN



Dalam karyanya, ‘Sapiens’, Yuval telah banyak menyinggung hal-hal didalam sejarah Dunia dan perjalanan singkat Homo Sapiens. Salah satunya menyinggung hal yang awalnya sudah menjadi habitus bagi kita dimana Hewan-hewan yang biasa kita kenal dan jumpai juga mempunyai hak asasi yang sama seperti manusia.

Lepas dari determinasi dogmatis agama dan kepercayaan, dalam kacamata biologis manusia dan binatang sungguh mempunyai kesempatan yang sama untuk hidup dan bertahan hidup.

Sebagai mahluk material yang juga hidup dalam dunia material pula manusia dan hewan tercipta dari evolusi organisme-organisme yang berangsur sangat lama.

Kembali menoleh dalam poros sejarah kehadiran Homo Sapiens sekitar 17 ribu tahun lalu, dapat menjadi barometer bagaimana keegoisan dan keserakahan manusia dalam hal mendominasi segala macam sumber daya yang ada di Bumi, sungguh sesuatu hal yang ironi karena banyak dari berbagai macam spesies hewan maupun tumbuhan yang lebih dulu tinggal dibumi seakan-akan menjadi cemas karena kehadiran manusia yang begitu serakah.

Ditambah lagi dari hasil revolusi agrikultur yang menjadi awal terjadinya pembunuhan besar-besaran yang didomestikasi oleh kaum-kaum agrikuluturan.

Mengutip perkataan salah seorang filsuf yunani klasik, Aristoteles yang mengatakan, bahwa “Manusia adalah binatang yang berfikir” Dan juga pernyataan dari seorang ilmuwan terkenal, Charles Darwin mengatakan, “nenek moyang manusia adalah kera yang berevolusi menjadi manusia modern”.

Dari kutipan-kutipan filsuf diatas mungkin dapat dijadikan landasan berfikir bahwa kita adalah binatang yang mencoba menjadi Dewa atas segala mahluk yang ada di Bumi, menaikkan level dari apa yang telah terkonstruk dalam tatanan imajinasi.

Sesungguhnya dalam prespektif biologi terlepas dari hal dogmatis agama, derajat kita (manusia) dan hewan itu sama. Sebenarnya tanpa disadari kita telah menjadi pembunuh-pembunuh yang handal.

Andai saja kesengsaraan itu digambarkan melalui pendekatan Antropomorfisme, kita dapat membayangkan bagaimana seekor sapi, kerbau, dan ayam menangis, merintih kesakitan hingga akhirnya meminta tolong agar tidak dipenggal oleh sang algojo.


Kita pernah dan bahkan selalu melakukannya (membunuh) karna itu sudah menjadi kebiasaan yang terbangun dari culture fundamenta dan anggapan kaum intelek maupun kaum agamis yang dengan bangga mengakui bahwa mereka mencintai alam dan mencintai ciptaan Tuhan, tanpa mereka sadari, mereka telah mengkhianati tentang apa yang mereka katakan sebelumnya.

Tidakkah sesuatu yang egois bukan?

Sebenarnya tulisan ini hanya menjadi bahan perbandingan semata, supaya kita tidak terjebak dalam hal yang dogmatis. Harapan saya agar kita lebih mengenal, mencintai, dan menghargai alam serta mahluk ciptaan Tuhan.

“Selama penderitaan datang dari manusia, dia bukan bencana alam. Diapun bisa dilawan oleh manusia” (Pramoedya Ananta Toer).


....


Wassalam.



Oleh : Bung Adam Jauri
(Ketua DPK HUKUM UNIKA)

Tuesday, December 4, 2018

DIKURUNG RINDU



(Oleh Bung Mark Syarif)

Ini kali kesekian kucatatkan
Tapi bukan bait akhir
Hanya bagian-bagian tunggal
Satu-satu menuju akhir bait
Tertinggal atau terlupa

Saat otak bekerja menyusun kata
Mulut kaku tak berani
Hati menyesal berkata-kata
Rasa mengejek tertutup sepi

Takut kehilangan tapi bukan siapa-siapa
Takut cemburu tapi bukan apa-apa

Ini rasa tidak mati
Ini rasa takut mati
Ini rasa tidak pergi
Ini rasa jangan pergi

Rindu menumpuk
Rindu terpupuk
Sepi menusuk
Rasa menuntut
Rasa membusuk

Tersusupi sepi
Tersisipi rindu

Dikekang
Melawan
Dirantai
Berontak

Berhenti
Logika memberi tau
Rasanya sepi
Logika memberi tau
Otak campur aduk
Logika mati

Saturday, November 24, 2018

Guru Mencerdaskan Kehidupan Bangsa


Oleh : Bung Mark Syarif
(Wakabid Organisasi & Kaderisasi DPC GMNI Mamuju)

"Non Scholae, Sed Vitae Discimus"
(Kita belajar bukan untuk sekolah melainkan untuk hidup)
Seneca, Filsuf dan Pujangga Romawi.

Di negara Indonesia, guru disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Mengapa? Karena guru mengajarkan banyak hal kepada individu. Dalam Filosofi Jawa, Guru berartI “digugu dan ditiru”. Digugu maksudnya adalah dipatuhi atau didengar dan ditiru maksudnya adalah diteladani atau patut dicontoh. Kalimat ini menggambarkan bahwa guru adalah sosok yang sangat berpengaruh dalam pengembangan diri seorang individu atau murid.

Hari ini, tepat tanggal 25 November 2018, Indonesia memperingati Hari Guru. Meskipun bukan hari libur resmi, di sekolah-sekolah diadakan peringatan seperti upacara dan pemberian penghargaan kepada guru, kepala sekolah dan pengawas sekolah. Pantaskah mereka mendapatkan penghargaan? Jika ditanya seperti itu, sekedar menjawab pantas bukan merupakan bentuk penghargaan. Tidak hanya sekedar pantas, tapi penghargaan yang setinggi-tingginya patut kita berikan kepada guru. Dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa.

Guru merupakan tokoh utama atau sebut saja aktor utama dalam sebuah sekolah. Di sekolah, guru membentuk karakter dan memperbaiki akhlak murid. Merekalah gambaran sebenarnya dari sebuah generasi. Generasi yang hebat berawal dari guru yang hebat. Dan begitupun sebaliknya, generasi yang buruk berawal dari guru yang buruk.

Beberapa kasus pelecehan (maaf, saya kekurangan kosakata untuk menggambarkan) terhadap profesi guru, diantaranya adalah murid berinisial HI, yang memukul guru di SMA Negeri 1 Torjun, Sampang, yang berakibat meninggalnya guru yang bernama Ahmad Budi Cahyono. Ada juga kasus guru yang menganiaya muridnya, LS, seorang guru di salah satu SMK di Purwokerto, menampar 9 orang muridnya. Dan banyak lagi kasus-kasus yang lain. Menjadi pertanda menurunnya kualitas pendidikan di Indonesia.
Permasalahan pendidikan hari ini, (mungkin) menggambarkan masa depan generasi bangsa Indonesia. Banyak formula pendidikan yang diterapkan, perubahan kurikulum dan banyak lagi masalah-masalah yang wajib diselesaikan. Menjadi tanggung jawab pemerintah, guru dan pemuda untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam pendidikan. Mampukah generasi hari ini mempersiapkan generasi masa depan yang lebih baik? Mari kita sama-sama merefleksi nilai-nilai kebaikan di Hari Guru Ini.

Selamat Hari Guru, 25 November 2018

Saturday, November 17, 2018

HUJAN


Oleh : Sarinah Misba
(Bendahara umum DPC GmnI Mamuju)

Malam dengan penuh sensasinya

Angin yang berhembus merasuk ke dalam tulang-tulang

Bekerja, membuat cerita bersama hujan.

Aku yang duduk tepat dibelakangmu,
Perasaan yang tidak jelas datang menggorogoti,

Menghantam jiwaku yang masih penuh misteri.

Rintik hujan membasahi malam di kalah itu,
membuat suasana semakin syahdu.

Menyusuri jalan kelok yang panjang
Bercengkrama denganmu dan hujan.

Aku bersamamu, berharap memperlambat laju kendaraanmu.

Tak banyak katamu, aku menikmatinya.
Jalan kelok yang menyaksikan,
Hujan yang menemani..


#03 Juli

BUIH


Oleh : Bung Adam Jauri

Buih, jadikan aku bagian darimu
Supaya aku dapat lahir dibibirnya

Buih, potonglah ragaku agar serupa menjadi anak-anak gelembungmu
Kiranya dapat sejukkan raganya saat ia membasuh tubuhnya

Buih, ikutkan aku dipekerjaanmu..
Setidaknya bisa lagi kusentuh rambutnya saat ia mandi pada sungai kecil

Biarkan saja diriku mengalir sepertimu
Sebab dari padamu aku bisa melihat Dia, membelai Dia, mengecup pipinya

Biarkan saja diriku mengalir sepertimu
Menjalar dari ubunnya hingga merayap keujung kakinya..

Biarkan saja diriku mengalir sepertimu
Setelah menjalankan tugas membasuh dirinya, turun dengan perlahan lalu jatuh ketanah dan mati.



~A.J

Friday, November 16, 2018

GENERASI MILENIAL


#Memandang_kembali_arah_Reformasi_menuju_politik2019


Reformasi yang di lancarkan oleh gerakan mahasiswa Indonesia, telah membawa kejatuhan pada presiden Soeharto. Bagaikan sesuatu yang mustahil tokoh yang begitu terkenal dan dan kokoh dengan berbagai macam masalah, dan familiar dengan senyumnya yang manis ternyata bisa di jatuhkan oleh gelombang moral mahasiswa.

Apalagi pemimpin yang pernah berkuasa selama 32 tahun di negeri ini bahkan dikenal srbagai orang yang cerdas dan cerdik dalam strategi politik, bisa menumbangnkan Resim soekarno serta menikung kawan-kawan jendralnya di militer, dan akhirnya hari kamis tanggal 21 mei 1998 soeharto lengser. Namun kita lihat dan harus mewaspadai bahwa yang lengser adalah pribadi soeharto, namun Resimnya masih saja tertancap dalam keruang-ruang birokrasi pemerintahan.

Dan menjelang pileg dan pilkada serentak kembali menjadi sorotan adalah politik dinasti dan politik uang Isu sarah di jadikan strategi untuk menang bahkan bermunculan pula para keluarga-keluarga cendana dan para aktivis yang pernah berjuang di era Reformasi , dan mungkin para aktivis tujuannya untuk tetap kembali berjuang seperti saat reformasi di menangkan atau keluarga cendana yang ingin mengembalikan kekuasaan keluarganya.dan kita tunggu saja di tahun 2019 kemanah arah demokrasi kita.

Banyak Generasi muda dalam hal ini Mahasiswa Indonesia telah membuktikan dirinya sebagai warga bangsa yang peduli terhadap keadaan bangsa dan negaranya. Dan tetap berdirih kokoh sebagai gerakan moral pro-pembaharuan dan perubahan. Dengan hati bersih dan jiwa yang ikhlas tulus sepenuhnya untuk diabdikan kepada bangsa dan negara, harus di akui bahwa selama 32 tahun di bawa resim Orde baru telah terjadi pemecahbelahan kekuatan-kekuatan masyarakat bangsa. Terjadi pen-devide et impera-an pada semua kekuatan-kekuatan politik mahasiswa,lsm ormas sampai kepada ormas keagamaan sekalipun.

Kini zamannya Demokrasi, sudah seharusnya politik devide et impera apalagi terhadap sesama bangsa sendiri harus ditinggalkan bahkan dibuang jauh-jauh.

Kita bangun Indonesia Baru dengan kemitraan dan gotong royong persaudaraan sebagai sesama anak bangsa. Buang jauh-jauh arogansi kekuasaan, bakar hangus nafsu keserakahan dan kubur dalam-dalam KKN. karna ancaman terpecahnya persatuan dan kesatuan bangsa di pelupuk mata.

Kita sama-sama membangun dan menjaga semangat para pendahulu semangat perjuangan Reformasi dan tetap optimis harapan masyarakat ada kepada para pemimpin yang akan bertarung di 2019 dan yang terpenting semangat juang itu terus kita nyalakan bersama-sama sebagai bangsa yang Humanis yang cinta akan persaudaraan dan gandrung akan persatuan
Mengutip pepatah,
"Bahwa nyalakan terus obor kesetiaan pada masyarakat dan nyalakan api perjuangan dan agar yang tidak murni terbakar mati...

Oleh : bayu alfarizi

KATA-KATA RINDU


(Oleh Bung Mark Syarif)

Aku siapa? Kita ini apa?
Mungkin sekedar rindu, tapi ini bukan rindu
Mungkin ini kamu, tapi ini lebih dari kamu
Mungkin ini cemburu, jauh, bukan berasal dari kata cemburu

Kita ini apa?
Entah, aku hanya tau nama
Tidak tau kamu siapa
Tidak tau kamu seperti apa
Kenalkah kamu aku siapa?

Tahukah kamu jika aku rindu?
Menusuk tapi bukan paku
Mengiris tapi bukan pisau
Sedikit mengganggu
Bukan, ini lebih dari mengganggu
Sebanyak bayangan yang terbang layaknya hantu
Ini rindu

Haruskah aku rindu jika bukan siapa-siapa?
Tapi, adakah larangan merindu?
Bukan maksud memaksa
Ini hanya kata-kata
Tidak lebih dari kata-kata pengungkapan

Jika engkau melarang untukmu rinduku
Maka benarlah ini hanya rindu
Kata-kata yang berakhir tidak menjadi apa-apa
Pengungkapan yang menjadi tidak bernilai apa-apa
Rindu hanya sebatas rindu

Rinduku untukmu tidak terbatas
Akan menjadi sia-sia jika tidak terungkap
Rinduku untukmu itu nyata
Akan menjadi palsu jika tak sampai
Rinduku untukmu itu ada
Diharapkan atau diabaikan
Rinduku untukmu
Ya, rinduku untukmu

Tuesday, November 13, 2018

SECERCAH KISAH DI BULAN NOVEMBER



Oleh: Bayu Alfarizi

November adalah hari di mana kita sebut sebagai momentum hari pahlawan Hari ini
mengenang keberanian pahlawan Tanah Air melawan tentara sekutu yang ingin
merebut kembali Indonesia setelah Proklamasi 17 Agustus 1945. Pertempuran 10
November yang menjadi cikal bakal Hari Pahlawan menjadi perang terbuka terbesar
Indonesia sesudah proklamasi kemerdekaan.Pada Jumat 9 September 1945, pesawatpesawat
Inggris sengaja terbang menjatuhkan selebaran kertas dari udara ke
seluruh penjuru kota Surabaya. Selebaran itu adalah ultimatum dari Inggris yang
meminta para pejuang Surabaya untuk menyerahkan senjata pada 10 November 1945
paling lambat pukul 06.00 pagi.

Tak cuma itu, selebaran tersebut berisi pesan kepada siapa pun untuk menyerahkan
orang yang bertanggung jawab atas tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby pada 30
Oktober 1945. Sudah dipastikan, saat itu amarah Britanita Raya sedang membuncah
kepada arek-arek Suroboyo.
Namun, alih-alih takut, para pejuang dan pemuda dari seluruh Surabaya malah
menantang Inggris untuk berjibaku atau perang terbuka.
Hal itu terungkapkan dalam pidato Bung Tomo pada 10 November 1945, dengan
semboyan MERDEKA ATAU MATI.

Namun semangat pejuang dahulu tidaklah kita lihat hari ini. Bisa kita lihat
fenomena indonesia masa kini kita disuguhi potret moralitas bangsa yg begitu
merosot sangat tajam,korupsi, kolusi dan nepotisme masi tetap meraja lelah di
negri ini. Sejauh ini memang banyak kemajuan yg telah dicapai akan tetapi juga
banyak kemunduran yg berpotensi menghancurkan apa yg telah diraih, dengan
menguatnya budaya pragmatisme, transaksional, hedonisme dan individualisme
.bahkan Nilai-nilai patriotisme cenderung ditinggalkan. Anak bangsa malah saling
berbenturan, pejabat negri mempertontonkan moralitas yang tidak mencerminkan
lagi budaya bangsa Indonesia mereka saling adu jotos demi golongan masingmasing,
bahkan kelompok-kelompok radikalisme bermunculan seperti jamur di musim
semih. Seperti pesan bung karno dulu bahwa perjuanganku lebih muda karna melawan
penjajah namun perjuanganmu akan lebih sulit karna akan melawan bangsamu sendiri
itulah fenomena yg terjadi hari ini.

Bulan november adalah bulan perjuangan,
perjuangan para founding father dalam mempertahankan kemerdekaan. Bulan november
bulan di mana kita kembali refleksikan semangat perjuangan pendahlu, sebagai
penerus bangsa haruslah kita menaruh hormat terhadap usaha-usaha yg telah
dilakukan oleh pendahulu bangsa yg mendirikan Republik ini. Dengan ucapan
terimakasih kita bisa kita lakukan adalah meneruskan dan memperkuat semangat
kebangsaan kita untuk tetap mencintai bangsa ini. Mempersatukan bangsa ini agar
tetap satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa. Karna ketika kita sebagai penerus
dari perjuangan para pahlawan tak menghormati lagi perjuangan mereka wajar saja
ketika negara-negara lain menghina kita sebagai bangsa yg tidak berterimakasih
kepada para leluhurnya.

Monday, October 8, 2018

GMNI MAMUJU : Indonesia Harus Keluar Dari IMF



"Bangsa yang tidak percaya kepada kekuatan dirinya sendiri sebagai suatu bangsa, tidak dapat berdiri sebagai suatu bangsa yang merdeka." (Bung Karno)


Mengenai pertemuan tahunan IMF “INTERNATIONAL MONETARY FUND” yang diselenggarakan di Indonesia, tepatnya di bali pada tanggal 8 Oktober 2018 ( hari senin ) dengan didanai aggaran negara Ratusan Milyar Rupiah. Dalam penyelenggaraan IMF ini sebagai lembaga internasional yang tujuan pembentukannya untuk membantu perekonomian keanggotaannya tentunya akan membahas tentang konstalasi perekonomian dunia, dan indonesia sebagai tuan rumah penyelenggara pertemuan IMF dan WB ini akan juga berdampak terhadap stabilitas perekonomian indonesia.
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa IMF dan World Bank (WB) adalah representatif daripada sebuah sistem Neoliberalisme dalam bentuk organisasi yang bekerjasama dalam hal peningkatan ekonomi. Namun perlu kita mencatat bahwa, IMF dan WB itu berlindung dalam balutan sistem Liberalisme yang ditopang oleh Kapitalisme, sehingga jika terjadi sebuah krisis dalam tubuh kapitalisme ini akan berdampak sangat kuat terhadap IMF dan WB dan tentu juga akan dirasakn oleh semua negara yang berada dalam keanggotaannya termasuk Indonesia. Sehingga inflasi ekonomi akan sangat mungkin terjadi bahkan krisis ekonomi adalah sebuah keniscayaan yang tidak bisa terhindarkan.


Karena itu Sebagai lembaga Kemahasiswaan/kepemudaan GERAKAN MAHASISWA NASIONAL INDONESIA (GMNI) Cabang Mamuju dalam melihat pertemuan tahunan IMF ini akan sangat berdampak terhadap ekonomi indonesia. Sebagai organisasi kemahasiswaan yang berideologikan MARHAENISME yang diwariskan oleh Bung Karno, kami menganggap bahwa indonesia hari ini kehilangan jati diri dan telah terhegemoni oleh politik dunia yang mengakibatkan ketergantungan terhadap sistem Kapitalisme dan Neoliberalisme dan terwujud dalam aktivitas keanggotaan Indonesia dalam IMF ini . padahal Bung Karno berkali-kali mengatakan TRISAKTI adalah jalan menuju tatanan masyarakat Pancasila seperti yang diimpikan. Berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, Berkepribadian dalam kebudayaan. Namun apa yang dibangun oleh Bung Karno, dan cita-cita yang di inginkan belumlah terwujud. Bahkan sampai-sampai hampir lenyap dalam benak dan alam pikiran masyarakat indonesia pada umumnya. Karena itu kita perlu kembali menggali gagasan Bung Karno agar tak kehilangan arah kemana tujuan Indonesia yang sesungguhnya.

Karena itu pula DPC GMNI MAMUJU memberikan tuntutan kepada Pemerintah Republik Indonesia untuk :
1. INDONESIA HARUS KELUAR DARI KEANGGOTAAN IMF
2. STOP PEMINJAMAN HUTANG TERHADAP IMF
3. TERAPKAN KONSEP TRISAKTI
4. MEMBANGUN SDM YANG BERKUALITAS UNTUK PENGELOLAAN SDA SECARA MANDIRI
5. WUJUDKAN KEDAULATAN PANGAN
6. NASIONALISASIKAN ASET ASING YANG ADA DI INDONESIA


"Kita bangsa besar, kita bukan bangsa tempe. Kita tidak akan mengemis, kita tidak akan minta-minta apalagi jika bantuan-bantuan itu diembel-embeli dengan syarat ini syarat itu. Lebih baik makan gaplek tetapi merdeka, dari pada makan bistik tetapi budak," kata Bung Karno saat berpidato pada HUT Proklamasi Kemerdekaan RI tahun 1963.


MERDEKA...!!!
GMNI JAYA...!!!
MARHAEN MENANG...!!!

Friday, September 7, 2018

KRISIS KEPERCAYAAN SEBAGAI NEGARA BANGSA



(Sebuah narasi dari BUNG BAYU Sekretaris DPC GMNI Mamuju)

Ketika bangsa Indonesia yang kini memasuki usia ke 73 tahun, negara ini masih dirundung dengan masalah-masalah kenegaraan yang belum sepenuhnya terselesaikan, termasuk kondisi karakter bangsa yang akhir-akhir ini mengalami pergeseran. Pembangunan karakter bangsa yang sudah diupayakan dengan berbagai bentuk, hingga saat ini belum terlaksana dengan baik. Hal itu tercermin dari kesenjangan sosial , ekonomi maupun politik yang begitu kentara, ketidakadilan hukum, kekerasan sesama anak bangsa, pergaulan bebas, pornografi di kalangan remaja, kerusuhan, kerusakan lingkungan, ketidak saling percayaan, bahkan yg lebih parah adalah penyebaran Isu SARA dan KORUPSI yang merambah pada semua sektor kehidupan bermasyarakat.
Bukankah kita ketahui bersama Tujuh puluh tiga tahun Indonesia merdeka, bahkan tepatnya 28 oktober 1928, generasi muda bangsa, para pemuda, dalam kongres pemuda, melakukan sumpah sakti, apa yang di kenal dengan sumpah pemuda. Inti dari sumpah mereka adalah bgai mana menggalang tekad: satu nusa, satu bangsa, satu bahasa: Indonesia. Meskipun Indonesia belum merdeka , masih dalam kungkungan penjajahan Belanda, para pemuda sudah bersumpah setia sebagai manisfestasi dari tekad bersatu-padu melawan penjajahan untuk Merdeka. Nafas dan jiwa kebangsaan (NASIONALISME) sudah membara di dada para pemuda.
Bayangkan, waktu itu terjadi 90 tahun yang lalu. Blum ada TV, blum ada internet, blum ada satelit, belum ada tentara, belum ada polisi. Yang ada hanya polisi dan tentara Belanda namun mereka bisa bersatu padu .
Sejarah mencatat, memasuki abad ke-20, di Indonesia lahir berbagai gerakan kerakyatan berlandaskan keagamaan(serikat islam, serikat dagang Islam,), namun tetap berjiwa dan bernafaskan Kebangsaan atau Nasionalisme. Karna mereka bertujuan satu yaitu Indonesia Merdeka, bebas dari belenggu penjajahan Kolonialisme/Imprealisme Belanda. Muaranya adalah proklamasi 17 agustus 1945 dengan proklamatornya Bung karno dan Bung Hatta. Pengorbanan yang dilakukan oleh para pejuang sejak memasuki abad ke 20 sampai Indonesia merdeka, 17 agustus 1945, tidak bisa di ukur dengan Rupiah. Mereka rela dan ikhlas, tanpa pamrih pribadi baik harta pangkat dan jabatan. Tentu ada pun segelintir orang yang menikmati roti kejuh serta asiknya bekerja sama dengan Belanda dengan menjadi antek-antek Penjajah kolonialisme Belanda.
Namun terjadinya sebuah gejolak di Negri ini ini di akhir 1965/1966 membuat sebuah guncangan dahsiat negri ini baik di bidang Politik, ekonomi dan kebudayaan. Yang sering di kenal dengan Gerakan 30 september 1965 atau di singkat dengan nama G30S/PKI. Dan sebuah babak baru Orde atau sistem pemerintahan di negri Indonesia tercinta ini yang kita kenal dengan istilah ORDE BARU inilah awal pergeseran Nasionalisme Bangsa Indonesia.
Merosotnya rasa kebangsaan dan Pariotisme sangat terasa ketika rezim otoriter Orde Baru di bawah komando Soeharto sedang mabuk kepayang dengan kekuasaaannya hasil dati kudeta serta memanipulasi Supersemar. Ini semua terjadi karena penghancuran partai-partai politik, penghancuran tokoh-tokoh dan kader serta politisi sipil bangsa yang berjiwa kebangsaan atau naionalisme. Bahkan pemerintahan Orde Baru mengganti politisi sipil dengan politis militer, adalah politik no, ekonomi yes.sama seperti pikiran penjajahan Belanda, seolah bangsa Indonesia akan diam, tenang, tunduk, jika sudah dicukupi pangan, sandang dan papanya. Maka muncullah sebuah slogan orde baru yaitu “Politik No, Ekonomi yes”, dengan isntitusnya bernama Bulog, rakyat Indonesia di kenyangkan perutnya dengan beras-beras impor supaya diam, toh sudah kenyang.perkembangan kemudian mencatat bahwa semua itu adalah sebuah taktik yang sangat licik. Rakyat di suruh diam karena sudah dikenyangkan perutnya.Rakyat tak perlu ribut apalagi protes jika dilakukan penjarahan harta kekayaan negara bangsa oleh penguasa dan kekuasaan yang otoriter. Dan semua praktek kekuasaan yang otoriter, rakus dan serakah tersebut telah di Wariskan kepada politikus-politikus hari ini.terrcermin pada tindakan dan perilaku moral para pemimpin,yg tak lagi mencerminkan moral kebangsaanya pejabat,para wakil rakyat di negeri kita baik formal maupun non formal dan anggota masyarakat secara umum yang tidak lagi sesuai dengan etika,moralitas dan norma kehidupan.Banyak wakil rakyat yang etika,moral dan hati nuraninya sudah gelap,mengakibatkan segala aspek kehidupan baik sosial ,ekonomi dan budaya sekarang menjadi terpuruk akibat merajalelanya penyakit korupsi,semakin banyaknya koruptor sampai-sampai kita tidak mampu mengingat semua tindakan pidana korupsi yang terjadi sebelumnya. Bahkan yang lebih miris lagi adalah Letak peranan mahasiswa sebagai agent of control social serta sebagai agent of change hampir dapat di pastikan bahwa gerakan sulit tercapai jika para aktor gerakan sudah mulai terjangkit sakit flu yang berat.Mahasiswa sekarang mengalami degradasi,baik dari segi intelektualisme,idealisme, patriotisme dalam menghadapi persoalan.kita dapat melihat beberapa gejala yang muncul dari sikap pragmatis yang di lakukan oleh aktor-aktor yang mengatasnamakan diri sebagai mahasiswa,sekarang banyak berdiri dibalik kekuasaan yang mengatas namakan rakyat(on behalf of the people).
Begitu beragamnya persoalan yang di hadapi yang kecil dan besar,antara hulu dan hilir,antara orientasi dan problem internal organisasi dan individu.Akibatnya,ketika dihadapkan pada perubahan isu yang cepat,gerakan mahasiswa bukan hanya kehilangan strategi, tetapi juga kehilangan kerangka untuk membaca situasi.Hal ini disebabkan karena gerakan mahasiswa telah ditunggangi oleh kepentingan kekuasaan,sehingga nalar berpikirnya telah berubah menjadi serangga-serangga yang berbahaya. ini
adalah gambaran nyata dari merosotnya jiwa kebangsaan, patriotisme, dan nasionalisme.
Dalam suasana Demokrasi,”suhu” dari kelaliman dan kerakusan telah lengser. Pemuda dan mahasiswa bersorak kegirangan. Namun tantangan berat masih menghadang. Krisis kepercayaan terhadap Soeharto semakin membengkak. ABRI yang diseret-seret Soeharto suntuk menegakkan sekaligus menjadi benteng kekuasaannya yang langgeng selama 32 tahun, Ekonomi terpuruk, kandas di pangkalan, karena ternyata gagal tinggal landas.kita tidak boleh hanyut dalam Sejarah kelam Orde Baru kita harus dengan hati bersih dan jiwa tulus sepenuhnya untuk di abdikan kepada bangsa, negara dan segera bangkit dari semua belenggu ketidak pastiaan, seperti ucapan Bapak bangsa Bangsa yg tidak percaya kepada kekuatannya sendiri tidak akan pernah maju.
Kunci jawaban atas krisis kebangsaan itu sesungguhnya bisa ditemukan dari dasar falsafah dan pandangan Hidup negara Indonesia sendiri, yaitu mengikuti cara hidup pendiri bangsa, menggali kembali Mutiara yang terpendam itu, mengargumentasikan, dan mengaktualisasikan dalam kehidupan berbangsa dan Bernegara,dan Sebuah bahan Refleksi kita selama 19 tahun perjuangan Reformasi, momentum untuk membangkitkan kembali jiwa dan semangat kebangsaan, jiwa semangat patriotisme, jiwa persatuan dan kesatuan kita harus bangkit dari puing-puing kehidupan bangsa yang termasuk termiskin serta juara terKorupsi di Dunia.

Friday, November 10, 2017

Hari Pahlawan Nasional : Warisi Apinya Bukan Abunya



''bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa para pahlawannya''. -Soekarno

10 November adalah hari bersejarah bagi bangsa Indonesia. Sebuah hari dimana waktu itu seluruh Rakyat di kota Surabaya turun kejalan dan mengikrarkan semangat perlawanan terhadap Imperialisme Barat yang ingin kembali menancapkan kuku-kukunya di bumi pertiwi. Tetapi berkat persatuan Rakyat Surabaya dan lewat orasi Bung Tomo yang berapi-api untuk mengajak seluruh rakyat mengambil bagian peperangan demi membelah tanah air, akhirnya kemerdekaan Indonesia bisa dipertahankan. Slogannya ''MERDEKA ATAU MATI''. ''Lebih baik kita hancur lebur daripada kkita tidak Merdeka...!!!'' itulah sepenggal kalimat dari orasi Bung Tomo yang mampuh mempengaruhi rakyat sehingga turut serta dalam pertempuran.

Kita teramat berhutang budi kepada para pahlawan kita yang telah gugur dalam pertempuran melawan penjajah asing. Mereka berjuag bukan untuk mendapatkan Harta, karena Harta pun mereka sumbangkan untuk perjuangan kemerdekaan. Mereka berjuang bukan untuk mendapatkan jabatan, karena dentuman bom, suara peluru, dan gemuruh meriam tidak menghentikan langkah mereka untuk berjuang di medan pertempuran. Bung Hatta pernah mengatakan ''Pahlawan itu berjuang bukan untuk dikenal namanya, melainkan semata-mata berjuang untuk membela cita-cita''.

Saat ini kita kembali memperingati 72 Tahun Hari pahlawan. Namun banyak diantara kita yang masih terjebak dalam romantisme masa lalu dan hanya terpaku pada sosok pahlawan seperti Soekarno, Hatta, Tan Malaka, Cut Nyak Dien, Pattimura, dan Bung Tomo, tanpa berpikir untuk bagaimana bisa mewarisi api semangat perjuangan mereka. Banyak diantara kita hanya menjadikan momentum Hari Pahlawan Nasional dengan bercerita dan mengenang masa-masa yang penuh Revolusioner hingga akhirnya membuat kita terjebak dan larut dalam suasana euforia romantisme masa lalu dan tidak mau lagi membuka mata pada realitas yang ada sekarang. Perlu kita pahami bahwa perjuangan belumlah selesai. Keadilan Sosial sebagai entitas masyarakat yang dicita-citakan seperti yang tertuang dalam PANCASILA, belumlah sepenuhnya terejawantahkan. Land Reform sesuai amanat konstitusi masih jauh dari harapan padahal Soekarno penah mengatakan ''revolusi tanpa land reform ibarat gedung tanpa alas'' bagaimana mau menciptakan entitas masyarakat yang ber-Keadilan Sosial kalau tanah tidak didistribusikan untuk petani melainkan hanya untuk tuan tanah dan dibajak oleh korporasi-korporasi nasional dan internasional. Bagaimana mau menjadi negara yang bermartabat jika sejarah kelam bangsa ini selalu ditutup-tutupi tanpa ada usaha untuk mengadili para pelaku pelanggaran HAM. Bagimana mau menjadi bangsa yang besar dan makmur jika tidak bisa mandiri dan berdikari. Lihat saja BUMN yang justru banyak menjadi milik asing. Setelah para pahlawan kita dahulu berjuang mati-matian mempertahankan Indonesia dari penjajah asing yang tamak, jusrtu sekarang para penguasa dan pemangku kebijakan menggadaikan negara ini kepada asing atas nama Globalisasi dan Modernisme (Lucu). Jika dahulu para pahlawan kita anti kolonialisme, anti imperialisme, anti kapitalisme, sekarang justru pemerintah kita menjadi cukong neokolim.

Oleh karena itu merayakan Hari Pahlawan Nasional jangan hanya sebatas momentuman dan seremonial, tetapi harus ada output yang jelas dan terlihat dari tingkah laku kita dalam memaknai HPN (Hari Pahlawan Nasional). Sekarang kita masih hidup dalam suasana penjajahan meski cara dan teksturnya sudah sangat halus dan berbeda. Oleh karena itu semangat Revolusioner dan Progressif harus tetap terpatri dalam diri kita dalam mengisi kemerdekaan itulah cara memaknai Hari Pahlawan Nasional.

''kita belum hidup dibawah sinar bulan purnama kita masih hidup dimasa pancaroba jadi tetaplah semangat elang rajawali''.-Soekarno


Ditulis Oleh : Esa Hermansyah

Tuesday, October 31, 2017

GMNI MAMUJU DISKUSI HARI SUMPAH PEMUDA DENGAN TEMA ''SUMPAH PEMUDA DAN SEMANGAT INTERNASIONALISME’’



28 Oktober 2017
Sudah 89 tahun setelah para pemuda-pemudi Indonesia lewat kongres pemuda kedua mengikrarkan sebuah janji persatuan tentang tanah air, bangsa, dan bahasa untuk Indonesia. Sumpah pemuda tidak lahir secara instan dan prematur. Melainkan ia lahir lewat pergolakan semangat dan kesadaran untuk sebuah persatuan menjadi satu bangsa yang merdeka dari penjajahan kolonialisme. Sumpah pemuda juga menjadi salah satu label pada saat itu yang membuktikan bahwa pemuda berani untuk keluar dari sekat pandangan yang sektarian dan sukuisme demi mencapai persatuan nasional tanpa membedakan suku, ras, dan agama.

Pada tanggal 28 oktober 2017 DPC GMNI MAMUJU melaksanakan kegiatan diskusi hari sumpah pemuda dengan tema Sumpah Pemuda dan Semangat Internasionalisme. Pemantik diskusi adalah Bung Awal membuka dengan salam perjuangan yang menjadi ciri khas dari GMNI kemudian menyampaikan sedikit gambaran tentang sejarah lahirnya sumpah pemuda yang dipelopori organisasi pemuda ditahun 1927-1928. Menurutnya pemuda bisa sampai kepada gagasan ingin bersatu karena dipelopori oleh pelajar-pelajar Indonesia baik yang di eropa maupun di Indonesia yang banyak berkenalan dengan buku dari para pemikir dunia seperti Ernest Renan, Otto Bauer, maupun Karl Marx. Sementara pembicara Bung Esa berpandangan bahwa sumpah pemuda adalah klimaks dari kesadaran nasionalisme yang sudah tumbuh sejak lama. Perjuangan pemuda pada waktu sebelumnya yang hanya berjuang secara sektarian tidak bisa mengentaskan Indonesia dari penjajahan kolonialisme. Maka dari itu titik klimaks dari kesadaran persatuan adalah dengan lahirnya sumpah pemuda pada tanggal 28 oktober 1928. Sumpah pemuda ini pula yang menjadi embrio nasionalisme pemuda Indonesia untuk melawan sistem kapitalisme, kolonialisme, imperialisme yang telah lama manggerayangi Indonesia. Kesempatan lainnya bung bayu mengatakan bahwa saat ini yang dibutuhkan juga adalah semangat Internasionalisme karena kapitalisme yang merupakan wajah dari sistem penjajahan gaya baru tidak akan bisa hilang jika seluruh kaum yg ditindas oleh kapitalisme tidak bersatu dalam satu front untuk melawannya secara massif. Sementara Perwakilan perempuan Sarinah Ana mengemukakan pendapatnya bahwa pemuda hari ini harus sadar sejarah karena sejarah perjuangan Indonesia selalu melibatkan pemuda-pemudi didalamnya sebagai lokomotif sejarah. Sementara bung syarif berpandangan bahwa pemuda harus mewarisi api semangat sumpah pemuda bukan abunya.

Kesimpulannya bahwa semangat sumpah pemuda harus terpatri dalam diri kita semua selaku pemuda-pemudi Indonesia. Bahwa semangat persatuan kita bukan hanya mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia, tapi juga untuk melawan segalah bentuk penindasan terhadap rakyat. Semangat Sumpah Pemuda harus disinkronkan dengan nasionalisme kita yang humanisme serta ikut serta dalam perjuangan Internasionalisme. Karena seperti kata Soekarno ''Internasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak berakar di dalam buminya nasionalisme. Nasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak hidup dalam taman sarinya internasionalisme.''
Berjuanglah pemuda karena revolusi belum selesai.

Oleh : Esa Hermansyah (Dpc GmnI Mamuju)